TANGERANG SELATAN, MediaTransparancy.com – Kebijakan Pemerintah Pusat melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang melarang gas LPG 3 kg di pengecer memiliki dampak buruk dan terkesan mempersulit masyarakat .
Menutup akses pengecer sebagai penjual Gas Melon tujuanya yakni untuk memutus mata banyaknya rantai, dengan harapan agar harga jual gas 3 Kg di masayarakat sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan berdasarkan keputusan pemerintah daerah setempat.
Menanggapi kebijakan pemerintah tersebut, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) Triga Nusantara Indonesia, Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Tangsel, Provinsi Banten, Hadi Isron mengatakan, bahwa kebijakan Kementerian ESDM Republik Indonesia yang memutus mata rantai pengencer Gas Melon adalah bentuk kurangnya perhatian pemerintah terhadap berbagai aspek dan efisiensi yang bakal ditimbulkan dari kebijakan barunya itu.
Akhirnya, dari kebijakan tersebut apa yang sudah terjadi, ratusan masyarakat rela mengantri untuk mendapatkan gas melon. Atas kebijakan Kementerian ESDM, berakibat terhadap perputaran perekonomian. Pastinya penghasilan di masyarakat menurun. Artinya kebijakan itu harusnya di uji coba terlebih dulu, di salah satu daerah misalkan, setelah di uji, baru kebijakan gas melon ditetapkan.
Bukan hanya itu, Hadi Isron menyebutkan, bahwa dampak buruk paling terasa terhadap wilayah atau desa-desa terpencil, sebab mereka tidak lagi bisa mendapatkan gas melon tersebut, lantaran selama ini pengecer menjadi perantara untuk mendapatkan gas 3 kg itu.
“Jika tidak ada hingga ke tingkat desa, atau wilayah pelosok, maka akan membuat cost bagi pengguna LPG 3 kg dalam mendapatkan barang tersebut, bahkan bisa lebih mahal karena ada transaksi tambahan, biasanya membeli tabung dengan jalan kaki, kini harus menggunakan kendaraan. Ini harus dikaji oleh Kementerian ESDM,” kata Hadi Isron.
Dijelaskan Hadi, mestinya, pemerintah menghapus keberadaan pengecer, dengan iming-iming pengecer akan ditingkatkan sebagai sub penyalur (pangkalan) dengan hanya mendaftarkan melalui OSS ( Online Single Submission) atau perizinan usaha secara eletronik. Menurutnya, hal ini menjadi aneh dan tidak masuk akal dan pastinya memakan waktu yang cukup lama.
“Sekarang berapa jumlah pengecer di RT atau RW, berapa jumlah pangkalan yang tersedia di kelurahan/ desa yang sudah terdaftar di Pertamina yang memiliki No Registrasi atau SK dengan distributor atau agen. Misalnya, pengecer di satu RT atau RW mendaftarkan diri ingin menjadi pangkalan, bagaimana approve pertamina, otomatis tidak mungkin semua pengecer jadi pangkalan (subpenyalur),” paparnya.
Parahnya lagi, jelasnya, yang terjadi di Pemkot Tangerang Selatan, pemerintah setempat hanya sebagai penonton, bahkan terkesan melakukan pembiaran terhadap keluhan masyarakat atas sulitnya mendapatkan gas LPG 3 Kg di wilayahnya.
“Masyarakat untuk mendapatkan tabung Gas Melon meraka rela mengantri berjam – jam di beberapa titik pangkalan,” jelas Hadi Isron.
Hadi Isron menegaskan, kenapa para pengecer Gas Melon yang dihentikan.
Menurut Hadi, yang menimbulkan melambungnya harga tinggi akibat penjualan yang tidak tepat sasaran, itu diduga dilakukan oleh mafia – mafia gas, pengoplos gas, agen – agen (distributor) nakal, SPBE nakal. Itu yang mestinya diberantas sampai bersih.
“Menurut saya, ini yang mestinya diberantas bukan pihak pengecer, tapi mafia gas, agen – agen nakal, SPBE nakal dan bila perlu pertamina juga di periksa itu,” tandasnya.
Kesal melihat kebijakan Kementerian ESDM, Hadi mengutarakan, kalau ada Pertamina, agen, pangkalan mengklaim bahwa penjualan sudah susuai dan tepat sasaran, dia pastikan itu omon -omon doang. Kenapa, karena fakta penjualan di lapangan berbeda antara pelaku transaksi yang masuk di Pangkalan dengan pengguna gas 3 Kg itu.
“Saya pastikan, bahwa pencatatan transaksi baik Logbook atau Marchant My Pertimina, sebagian, atau keseluruhan, diduga kuat tidak sesuai antara pembeli gas melon dengan yang didaftarkan sebagai penerima subsidi gas,” tegasnya.
Melihat situasi, dan isue semakin luas, serta banyaknya keluhan masyarakat pra sejahtera, pedang kaki lima yang butuh gas subsidi itu, pihaknya dari LSM Triga Nusantara Indonesia (Trinusa) DPC Tangsel, meminta kepada Disperindag Tangsel segera melakukan tindakan yang komprehensif atas berbagai permasalahan ditimbulkan atas kebijakan Kementerian ESDM itu.
“Saya berharap, Pemkot Tangsel, jangan tutup mata dengan jeritan masyarakat, dan segera memiliki solusi. Menurut saya, ketika sulit mendapatkan Gas Melon di tengah masyarakat, maka stabilitas perputaran perekonomian tidak berjalan baik, terutama bagi yang membutuhkan seperti masyarakat pra sejahtera, pedagang kaki lima,” tuturnya.
Selanjutnya diungkapkan Hadi, bahwa persolaan ini sederhana, masyarakat tidak butuh statement dari Kepala Disperindag, bahwa Gas Melon itu menumpuk di pangkalan. Itu tidak perlu dikatakan, karena kelangkaan yang terjadi bukan adanya pengurangan kuota melainkan kegiatan pengecer dihentikan.
“Saya berharap Kepala Disperindag Tangsel, segera memanggil semua distributor (agen), mencari solusinya, bila perlu menurut saya Pemkot membuat outlet – outlet sementara Gas Melon, yang mudah terjangkau oleh masyarakat dengan tidak merubah HET yang sudah diatur dalam ketentuan pemerintah,” tutupnya.
Penulis: Redaksi