JAKARTA, MEDIA TRANSPARANCY – Informasi merupakan kebutuhan mendasar setiap orang sebagai pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya.
Hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik.
Sesuai UU nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), setiap badan publik mempunyai kewajiban dalam menyediakan dan melayani permohonan informasi publik secara cepat, tepat waktu, biaya ringan dan cara sederhana.
Terkait maraknya informasi yang tak jelas ‘juntrungannya’ atau hoax yang muncul di dunia maya, seluruh instansi pun berinisiatif membuat suatu diskusi bersama yang dikemas di dalam acara Forum Kehumasan.
“Jika tidak ada kehati-hatian, netizen pun dengan mudah termakan tipuan hoax tersebut bahkan ikut menyebarkan informasi palsu itu, tentunya akan sangat merugikan bagi pihak korban atau objek yang diberitakan,” ungkap Kepala Otoritas Pelabuhan (OP) Utama Tanjung Priok, Capt Hermanta, saat memberikan sambutan sekaligus membuka acara Forum Kehumasan II Tahun 2019, Kamis (29/8/2019), di Jakarta.
Istilah hoax atau berita palsu kini semakin santer terdengar di dunia maya. Kemudahan dalam menyebarkan pesan melalui media sosial mempermudah hoax berkembang dengan cepat.
Dalam hitungan menit saja bisa dikatakan sudah dibagikan sebanyak ratusan kali oleh pengguna media sosial atau yang disebut netizen. Efeknya, terang Hermanta, orang-orang yang tidak mencari tahu kebenarannya jadi mudah terhasut dan bila dibiarkan bisa mengakibatkan kerusuhan.
“Sebagai netizen yang cerdas, tidak seharusnya semua berita yang tersebar ditelan mentah-mentah begitu saja,” ujarnya.
Hermanta berpendapat, sejauh ini belum semua unit kehumasan memiliki keterampilan untuk menjadi garda terdepan dan etalase lembaga untuk membangun pemberitaan, informasi dan komunikasi secara wajar, objektif, serta berimbang, karena masih berproses dengan dinamika kehidupan bermasyarakat yang dinamis.
Namun tidak jarang pula, hubungan yang baik yang terjalin antara unit kehumasan dengan media selalu melahirkan output pemberitaan yang positif sehingga menimbulkan polemik di masyarakat.
“Bukan berarti pemerintah atau lembaga menginginkan pemberitaan yang baik-baik saja. Baik berita positif dan negatif harus disampaikan, tapi dengan mengedepankan etika, objektivitas, keakuratan, serta berimbang. Karena berita negatif pun bisa menjadi pemacu peningkatan kinerja pemerintah atau suatu lembaga menjadi lebih baik,” terang Hermanta.
Hermanta berharap, seluruh peserta yang didominasi para humas dari instansi terkait dapat lebih kreatif, inovatif, dan profesional serta memiliki kemampuan untuk menciptakan citra positif sehingga masyarakat dapat menerima informasi secara utuh, tepat, akurat.
Adapun narasumber yang hadir adalah Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik (BKIP) Kemenhub yang diwakili oleh Kepala bagian Perencanaan Strategi Komunikasi dan Evaluasi, Farida Mahkmudah dan Praktisi Kehumasan, Firtra Ratory. MT1