banner 728x250

Kutuk Kekerasan PT TPL Terhadap Warga, Ferdinan Hutahaean: Jangan Pancing Masyarakat Toba Marah !

judul gambar
Ferdinand Hutahaean Mantan politikus Partai Demokrat dan juga sebagai Aktivitas Sosial Politik. (Dok.Transparancy)

MEDIA TRANSPARANCY– Pegiat Lingkungan Hidup Danau Toba asal Sumatera Utara yang pernah mengembalikan Kalpataru dari Presiden RI Dan juga dikenal sosok kontroversial, Doktor, Wilmar Eliaser Simanjorang juga mantan Bupati Samosir 2004-2005. Dengan tegas mengatakan,” Setiap perbuatan yang melawan hukum harus dibawah ke Lembaga yang berwenang dalam menegakkan hukum”, tegas Wilmar Eliaser Simanjorang, menanggapai terkait kekerasan yang dilakukan karyawan PT TPL terhadap masyarakat di Desa Natumingka belum lama ini.” Dan juga selaku a ktivis lingkungan hidup yang berperan dalam pelestarian Danau Toba. Sabtu (22/05/2021tepat pukul 17:27.

Prof.Dr. Posman Sibuea mengatakan”, kehadiran TPL di Toba harus dievaluasi Pemerintah Pusat, karena lebih banyak mudarat dari pada mamfaatnya bagi masyarakat, kualitas udara dan air Danau Toba tercemar dan komflik sosial ditengah masyarakat kerap muncul sebagai dampak kehadirannya. Praktik PT TPL juga bertentangan dengan marwah SGD’s di Kawasan Danau Toba.

judul gambar
Warga Desa Natumingka yang menjadi korban kekerasan oleh oknum TPL (Dok.Transparancy).

Ditegaskan,” Tuntutan masyarakat agar PT TPL segera ditutup harus disetujui pemerintah, ia menghadirkan kemiskinan baru di Kawasan Danau Toba, karena sumber Daya Hutan sudah habis dikuras”, tegas Dosen Fakultas Pertanian Universitas Katolik Santo Thomas.

Kapolres Toba, AKBP Akala Fikta Jaya,S.Ik saat dimintai tanggapan, terkait tindak lanjut aksi kekerasan yang dilakukan sejumlah karyawan PT PTL terhadap masyarakat di Desa Natumingka, dengan enteng di jawab “ kita ikuti sesuai dengan aturan hukum” Ujar Kapolres Toba. Sabtu.(22/05/2021) tepat pukul 14:23 Wib.

Mantan politikus Partai Demokrat  dan juga sebagai  Aktivitas Sosial Politik, Ferdinand Hutahaean merespons kekerasan yang dilakukan karyawan PT Toba Pulp Lestari (TPL) kepada warga saat terjadi bentrok dengan masyarakat adat Natumingka di Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba, Sumatera Utara, Sabtu (22/05/2021).

Terlahir sebagai putra Toba, Ferdinand menegaskan, “dirinya mengecam sekaligus mengutuk tindakan kekerasan yang dilakukan kepada masyarakat di lokasi tersebut”,

Ini masyarakat di Desa Natumingka adalah warga pribumi asli dan tentu lebih mengetahui dan lebih berhak atas tanah tersebut,  karena sudah dikelola turun temurun meski secara surat-surat mereka tak punya.

“Atas peristiwa bentrokan yang baru terjadi di Desa Natumingka, Borbor Kabupaten Toba, antara pihak PT Toba Pulp Lestari ( TPL) dengan warga masyarakat lokal yang mengakibatkan warga terluka, saya menyatakan mengecam dan mengutuk kekerasan yang terjadi terhadap masyarakat oleh PT TPL,” kata Ferdinand.Sabtu (22/05/2021).

Dengan tegas, “meminta PT TPL menghentikan segala kekerasan yang terjadi di sana. Sebab, menurutnya, pengakuan perusahaan tersebut atas kepemilikan tanah seluas 600 ha  di lokasi itu tidak selamanya benar”.

“Saya mendesak kepada pihak PT Toba pulp Lestari Untuk menghentikan seluruh upaya-upaya kekerasan apapun terhadap masyarakat di Desa Natumingka. PT TPL ini mengklaim diri menguasai dan memiliki lahan seluas 600 ha  di sana atas nama izin dari pemerintah,” Ujarnya.

“PT TPL harus menyadari sepenuhnya bahwa izin ini tidak selamanya benar, izin ini bisa saja bermasalah, izin ini bisa saja cacat prosedur dan tidak boleh atas nama izin serta mempersenjatakan izin, kemudian melakukan kekerasan terhadap masyarakat di Desa Natumingka,” tutur pegiat media sosial ini menambahkan.

Selain mengecam arogansi yang dilakukan karyawan PT TPL, dia juga menegaskan bahwa sesungguhnya yang mengetahui hak atas tanah tersebut adalah warga setempat.

“Ini masyarakat di Desa Natumingka adalah warga pribumi asli, tentu lebih mengetahui dan lebih berhak atas tanah tersebut,  karena sudah dikelola turun temurun meski secara surat-surat mereka tak punya. Ini kebiasaan masyarakat di Desa, karena biaya yang ada lebih baik digunakan untuk kebutuhan biaya sekolah anak-anak dan kebituhan lainnya” kata dia.

Lebih lanjut, dia mengingatkan perusahaan untuk menghentikan segala upaya kekerasan, sekaligus tidak memancing amarah masyarakat setempat.

“Saya mengingatkan PT TPL jangan sampai masyarakat Toba seluruhnya nanti marah kepada TPL yang memang sejak dulu TPL ini banyak membuat masalah. Dan sebetulnya masyarakat Toba sudah sangat tolerir terhadap PT TPL yang diduga mengakibatkan banyak kerusakan lingkungan,” ujarnya.

Tak lupa, Ferdinand juga meminta Kepolisian Daerah Sumatera Utara Polda Sumut untuk mengusut kekerasan yang dilakukan PT TPL ini.

“Saya meminta kepada pihak Polda Sumut untuk mengusut terjadinya bentrok ini dan menetapkan tersangka siapapun pelaku-pelaku yang telah mengakibatkan masyarakat di sana terluka,” Ucap Ferdinand

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak menyampaikan Ketua Aman Tano Batak Roganda Simanjuntak menyampaikan bahwa kini pihak PT TPL  telah melakukan kekerasan terhadap masyarakat adat tak kunjung berakhir.

Ironisnya, masyarakat adat Natumingka di Kabupaten Toba, Kecamatan Borbor di Desa Natumingka Selasa, (18/05/2021). Sejumlah warga masyarakat adat mengalami luka-luka saat mempertahankan wilayah adat saat karyawan PT TPL berusaha untuk menanami pohon.

Hengky Manalu, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak,” Masyarakat Adat Natumingka sejak tahun 2017 menuntut pengembalian lahan adat mereka”,Pungkasnya.

Tidak hanya itu, Juniaty Aritonang selaku koordinator Studi dan Advokasi Bakumsu mengatakan, “kekerasan yang dialami masyarakat adat bukan hanya sekali ini saja di Sumatera Utara. Tiap  tahun, selalu ada saja kasus yang menciderai masyarakat adat”, Ucapnya.

Perjuangan masyarakat adat Natumingka bukanlah tindakan kriminal, mereka berangkat dari konstitusi negara ini, yang menjamin kehidupan semua warga negara tanpa kecuali.

Rocky Pasaribu, koordinator Study dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM),mengatakan, “saat ini bersama AMAN Tano Batak mendampingi 23 komunitas masyarakat adat yang tersebar di lima kabupaten yang berkompilk dengan PT TPL.”, Tegasnya.

Terkait kunjungan Bupati Toba Ir. Poltak Sitorus dan Wakil Bupati, Tony Simanjunak,S.E, di Desa Natumingka bersama jajarannya, Sekretaris Daerah Toba, Audi Murphy Sitorus,  Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Mintar Manurung, Camat Borbor, James Pasaribu, Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara (Komisi E), Viktor Silaen S.E, M.M, Kamis.(20/05/2021).

Masyarakat Desa Natumingka sangat pesimis. Pasalnya, pada saat berlangsung diskusi dengan masyarakat Desa Natumingka dengan Pemkab Toba, Bupati dan Wakl Bupati, “tidak menyentuh permasalahan,  dan belum ada jawaban pasti tentang pengembalian tanah adat dan jaminan untuk mengelola wilayah adat, melainkan hanya sebatas rencanakan saja, “ Ujar masyarakat dengan kecewa.

“Kehadiran Bupati/ Wakil Bupati dengan Jajarannya,  hanya sebatas untuk menenangkan, sementara persoalan yang sebenarnya tidak dibahas, “Ungkap masyarakat Natumingka dan tidak disebut namanya,

Masyarakat adat Natumingka tetap akan berjuang untuk mempertahankan wilayah adat, khususnya  lima poin tuntutan (Masyarakat Adat-Red), Natumingka, “akan terus mengawal apa yang telah menjadi tuntutan kami, “Kata Damai ada,  Jika Tanah Adat sudah Kembali ”. Tegas masyarakat.

“Masyarakat adat Natumingka, tetap memperjuangkan wilayah adat dan melarang aktivitas PT. TPL di wilayah adat Natumingka”.

Terkait dengan laporan, korban kekerasan/penganiayaan yang dilakukan oleh karyawan PT TPL, harus tetap berjalan sesuai proses hukum”, Ujar masyarakat, saat dihubungi via telp selulernya. Sabtu.(22/5/2021).

(Parulian Simanjuntak)
judul gambar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *