JAKARTA, MediaTranparancy.com – Berdasarkan ketentuan Permenkumham Nomor 28 tahun 2016 tentang Pemblokiran dan Pembukaan Pemblokiran Yayasan dan Perkumpulan, Kementerian Hukum dan HAM melakukan pemblokiran terhadap Universitas Tujuh Belas Agustus (Untag) Jakarta. Pemblokiran tersebut terjadi berdasarkan pertemuan di ruang Wakil Ketua MPR RI, Ketua Fraksi PDIP tanggal 15 Oktober 2015. Pertemuan antara Dirjen AHU, Wakil Ketua MPR RI dan Perwakilan Ikatan Alumni Untag Jakarta yang menyampaikan data dan fakta terkait Yayasan Untag Jakarta.
Blokir dilakukan sampai adanya kejelasan terkait fakta dan data hukum serta klarifikasi dari pihak-pihak yang berkepentingan untuk menjalankan asas kehati-hatian dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Petikan tulisan tersebut tercatat di laman pencatatan Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham RI.
Dalam catatan laman Dirjen AHU Kemenkumham RI tersebut dijelaskan bahwa pemblokiran dilakukan diruangan Ahmad Basarah sebagai Wakil Ketua MPR RI, Ketua Fraksi PDIP, yang dihadiri oleh Dirjen AHU Kemenkumham RI dan perwakilan Ikatan Alumni Untag Jakarta.
Bambang Prabowo, S.H, Alumi FH UTA’45 Jakarta tahun 1987 dalam hal ini mengatakan, bahwa seharusnya pemblokiran dilakukan dengan menggunakan surat resmi yang mempunyai legal standing yang jelas, yang dikirimkan ke Dirjen AHU Kemenkumham RI.
“Bukan dilakukan diruang kerja Wakil Ketua MPR RI, Ketua Fraksi PDIP. Jelas ini merupakan penyelewengan jabatan. Apa karena merasa sebagai pejabat tinggi negara lalu dengan seenaknya melakukan sesuatu yang bukan kapasitasnya,” ujar Bambang Prabowo.
Peralihan Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 Jakarta (YPT 17 Agustus 1945 Jakarta), seorang narasumber yang mengetahui kronologis peralihan YPT 17 Agustus 1945 Jakarta mengatakan, bahwa pada tahun 2004 adalah puncak dari kebangkrutan dari YPT 17 Agustus 1945 Jakarta.
“Seluruh aset lahan milik YPT 17 Agustus 1945 Jakarta yang dijaminkan kepada BNI 1946 Cabang Krekot, Pasar Baru, Jakarta Pusat tidak dapat dilunasi oleh pengurus yayasan. Lahan tersebut dalam proses penyitaan, karena YPT 17 Agustus 1945 Jakarta pada saat itu sudah tidak mampu membayar cicilan dan membayar pokok hutangnya,” katanya.
Namun pada saat itu, jelasnya, tidak ada satupun alumni Untag Jakarta yang mau membantu.
“Termasuk orang-orang yang mengatakan dirinya nasionalis,” ungkapnya.
Hingga pada akhir tahun 2004, beberapa petinggi YPT 17 Agustus 1945 Jakarta, Sukardjo, Aruwan dan Profesor Thomas datang kepada Rudyono Darsono.
“Mereka meminta bantuan agar Rudyono Darsono dapat meminjamkan dananya untuk bisa melunasi hutang yayasan pada BNI 1946 Cabang Krekot, Pasar Baru, Jakarta Pusat,” paparnya.
Saat itu, BNI 1946 akan melakukan penyitaan dan penjualan lelang terhadap aset YPT 17 Agustus 1945 Jakarta.
“Lalu pada akhir tahun 2009, Rudyono Darsono diminta untuk bersedia menjadi Ketua Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 Jakarta,” lanjutnya.
Ditambahkan lagi, setelah aset itu dibeli oleh Rudyono Darsono, aset-aset tersebut dihibahkan kembali kepada YPT 17 Agustus 1945 Jakarta untuk digunakan sepenuhnya bagi dunia pendidikan anak bangsa, yang sepenuhnya menggunakan uang pribadi Rudyono Darsono.
“Namun sialnya, setelah dilunasi dan dikembalikan dan dihibahkan kepada YPT 17 Agustus 1945 Jakarta, tanah aset YPT 17 Agustus 1945 Jakarta tersebut kembali digadaikan dan dipetak-petak untuk dijual oleh oknum-oknum yayasan pada saat itu,” tuturnya.
Selanjutnya, di tahun 2005 – 2008 Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta mengalami krisis management dan keuangan, dimana yayasan tidak dapat membayar tagihan listrik dan air. Bahkan sempat beberapa tahun dosen pengajarnya tidak terima gaji dan beberapa bulan begitu juga dengan karyawannya tidak menerima pembayaran gaji.
“Bahkan ditahun-tahun sebelumnya mengenai izin program studinya juga sudah mati karena tidak diperpanjang masa berlakunya. Karena untuk memperpanjang izin tersebut dibutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Sehingga beberapa tahun lamanya terbengkelai sampai hal ini beralih secara signifikan dan pada saat-saat seperti ini tidak ada satupun alumni ataupun yang mengaku dari kelompok nasionalis yang mau peduli dengan kondisi Untag Jakarta,” bebernya.
Awal Pemblokiran YPT 17 Agustus 1945 Jakarta
Kemudian selang beberapa tahun setelah terjadi perubahan secara signifikan, Kampus Merah Putih Nasionalis Kebangsaan Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta (UTA’45 Jakarta), mengalami pemblokiran legalitas kepengurusan YPT 17 Agustus 1945 Jakarta yang dilakukan oleh Wakil Ketua MPR RI, seperti yang tertulis di laman pencatatan Dirjen AHU Kemenkumham RI.
Ditegaskan juga, bahwa semua kinerja Rudyono Darsono sebelum menjadi Ketua YPT 17 Agustus 1945 Jakarta, semuanya diakta notariskan.
“Setelah dipimpin oleh Rudyono Darsono sebagai Ketua Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 Jakarta, permasalahan managemen dan keuangan yayasan dapat diatasi dengan terjadinya pembangunan dan pembenahan managemen yang lebih baik,” tukasnya.
Konspirasi mengatasnamakan Megawati Soekarnoputri
Pemblokiran legalitas kepengurusan Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 Jakarta tersebut terasa janggal, sehingga oleh Ketua YPT 17 Agustus 1945 Jakarta yang baru, Bambang Sulistomo, S.IP., M.Si. yang merupakan Putra Pahlawan Nasional Bung Tomo melakukan penelusuran atas kejanggalan tersebut dan berujung pada pertemuan di kediaman Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, Jumat, 15 September 2023.
Pertemuan dihadiri oleh Wakil MPR RI, Fraksi PDIP, Ahmad Basarah, Rektor UTA’45 Jakarta; J Rajes Khana, Ph.D, Ketua YPT 17 Agustus 1945 Jakarta, Bambang Soelistomo, S.IP., M.Si. dan Bambang Prabowo SH, perwakilan alumni, James Erikson Tamba, SH, MH, dari Lembaga Kajian Bantuan Hukum (LKBH) UTA’45 Jakarta.
Pertemuan tersebut dilakukan dalam rangka membahas pemblokiran legalitas Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 Jakarta oleh Dirjen AHU Kemenkumham RI yang dilakukan oleh Wakil Ketua MPR RI, Ketua Fraksi PDIP, Ahmad Basarah.
Ahmad Basarah, pada pertemuan itu mengungkapkan bahwa, Bambang Sulistomo dianggap bukan kapasitasnya untuk duduk sebagai Ketua Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 Jakarta. Selanjutnya ia mengungkapkan juga, bahwa dilingkungan Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta, sudah melakukan desoekarnoisasi. Dilingkungan Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta sudah tidak ada orang nasionalisnya (PNI). Ketua dewan pembina yayasannya orang China dan rektornya orang India.
Pada kesempatan lain, dihadapan para pimpinan UTA’45 Jakarta, Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham RI, Cahyo Rahadian Muzhar, SH, LL.M menyatakan, bahwa pemblokiran tersebut atas permintaan Megawati Soekarnoputri.
Diduga ada konspirasi yang dilakukan Ahmad Basarah dengan menyalahgunakan wewenang jabatannya sebagai pejabat lembaga tertinggi negara, Wakil Ketua MPR RI, Ketua Fraksi PDI Perjuangan guna mencaplok UTA’45 Jakarta dengan mengatasnamakan Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDI Perjuangan.
Manuver politisi dari PDI Perjuangan Ahmad Basarah itu dilakukan, meminta untuk dapat memasukan orang yang dianggap nasionalis (dari PDIP) kedalam jajaran pengurus Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 Jakarta. Bilamana orang PDIP dapat duduk di jajaran kepengurusan yayasan, maka kampus akan dapat aliran beasiswa, dana hibah dari komisi X DPR RI, bahkan akan dipastikan akreditasi kampusnya menjadi akreditasi unggulan.
Menyikapi hal demikian, Ahmad Robertus Rusmiarso, SH beserta alumni FH UTA’45 Jakarta yang notabene mantan aktivis dan pernah menjadi Koordinator Posko Pemuda & Mahasiswa Pendukung Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Diponegoro 58, tahun 1996 mengatakan, tiidak mungkin Megawati Soekarnoputri menyuruh mengambil alih kampus UTA’45 Jakarta dengan cara yang kotor seperti yang pernah dilakukan oleh Soeharto saat pengambilalihan kantor DPP PDI dengan menggunakan Suryadi sebagai alatnya.
Bila hal itu benar dilakukan terhadap kampus Merah Putih, nasionalis kebangsaan Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta, maka Megawati Soekarnoputri tidak beda halnya dengan Soeharto pengusa orde baru dahulu.
Selain sebagai humas eksternal kampus yang juga Kepala Keamanan UTA’45 Jakarta, Ahmad Robertus Rusmiarso, SH juga menambahkan, Ahmad Basarah bisa kualat bila benar rekayasa pencaplokan Universitas Tujuh Belas Agustus 1945 Jakarta (UTA’45 Jakarta) itu dilakukan olehnya yang merupakan pejabat lembaga tertinggi negara, Wakil Ketua MPR RI, Fraksi PDI Perjuangan, karena UTA’45 Jakarta ini adalah almamaternya juga.
Penulis: Redaksi