Jakarta, Mediatransparancy.com – Kejahatan siber telah menjadi sesuatu yang begitu kompleks. Materinya yang tak berwujud membuat penulusuran terhadap kejahatan siber menjadi lebih sulit. Belum lagi saat dihadapkan dengan permasalahan wilayah yuridiksi yang begitu abstrak sehingga sering terjadi kebingunan dalam penerapan hukumnya, hukum negara mana yang akan dipakai.
Dalam diskusi bertema “Penanganan Kejahatan Siber: Studi Kasus UU Keamanan Siber di Belanda” di Kementerian Sekretariat Negara, Kamis (25/8), Associate Professor of Criminal Law and Criminology, Fatma Pinar Olcer, menjelaskan bahwa di Belanda, belum terdapat sebuah payung hukum besar yang mencakup semua aspek dalam kejahatan siber, karena itu banyak kasus kejahatan siber yang ditarik penyelesaiannya menggunakan hukum yang telah ada. “Kita bisa membuat rujukan ke delik klasik dan melakukan penuntutan terhadap kejahatan tersebut dengan menggunakan pasal-pasal yang sudah ada. Kadang berhasil kadang tidak, tetapi kita harus kritis dalam hal ini,” ujar Fatma di depan puluhan peserta.
Fatma mengambil sebuah contoh paling sederhana dari kejahatan siber yaitu pencurian. Dirinya menjabarkan bagaimana Mahkamah Agung Belanda harus mengkonseptualisasi materi internet dalam pikiran hukumnya dalam kasus pencurian topi merah digital dalam sebuah game online (topi merah merupakan poin yang didapat dari permainan game internet. Terdapat sebuah kasus, poin topi merah permainan digital milik seorang anak, diminta paksa oleh anak sebaya lainnya dengan cara di-bully. Kasus ini kemudian disamakan dengan kasus pencurian). Timbul pertanyaan apakah mengambil sesuatu yang tidak berwujud seperti sebuah topi merah digital, juga merupakan pencurian. Fatma membandingkan kasus ini dengan kasus pencurian listrik, dimana sebagai komoditas listrik sebenarnya tidak berwujud, tetapi memiliki nilai ekonomis sehingga bisa disebut sebagai pencurian.
Kerjasama berbagai pihak
Begitu banyak jenis kejahatan yang bisa dilakukan di dunia virtual seperti penipuan, pencucian uang, pornografi. Dengan sistem jaringan yang begitu luas kejahatan siber melibatkan berbagai banyak orang bahkan bangsa. Dampak kejahatan di dunia maya ini bisa lebih dari sekedar kerugian perseorangan. Lebih jauh, kejahatan vitual bisa merusak integritas internet dengan menghilangkan kepercayaan masyarakat kepada internet dan tidak lagi menggunakannya.
Karena itu Fatma memandang penting bagi semua bangsa untuk berkolaborasi dan berkoordinasi membahas mengenai permasalahan ini, baik dalam pembentukan peraturannya atau dalam penanganan kasus-kasusnya.
Penulis : Chris Muryat/rel