TOBA, MediaTransparancy.com – Dugaan terjadinya penyelewengan Dana Desa oleh oknum aparat desa terus menjadi perbincangan hangat berbagai kalangaan. Bagaimana tidak, Dana Desa yang sepatutnya dipergunakan untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat pedesaan namun yang sering terjadi justru sebaliknya.
Dari sekian banyak dugaan terjadinya penyelewengan Dana Desa, teranyar kasus yang sama tercium dari wilayah Kabupaten Toba, persisnya Desa Meranti Barat. Ratusan anggaran Dana Desa tahun anggaran 2020 di Desa Meranti Barat ini diduga “ditilep” oleh oknum pejabat Pemerintahan Desa Meranti.
Data yang diperoleh MediaTransparancy.com, pada tahun anggaran 2020 yg lalu, Desa Meranti, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba memperoleh kucuran Dana Desa yg diperuntukkan buat pemeliharaan jalan dengan anggaran sebesar Rp 659.276.520.
Hasil kesepakatan dengan warga, dana tersebut digunakan untuk menurunkan jalan desa yang cukup curam dengan menggunakan alat berat ekskavator yang disewa selama 500 jam kerja.
Jalan desa yang sejatinya dikeruk tersebut terletak di daerah Sigulopong menuju Dusun Huta Godang dengan ketinggian yg akan dikeruk 5 meter, dengan tujuan agar jalan tetsebut dapat dilalui masyarakat dengan nyaman dan bisa dilalui kendaraan roda dua dan roda empat.
Namun dalam perjalanannya, pelaksanaan kegiatan tersebut diduga tidak sesuai yang sudah direncanakan sesuai yang tertuang dalam RAB. Pelaksanaan pengerukan jalan tersebut diduga tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Sesuai data RAB yang diperoleh MediaTransparancy.com, anggaran dengan jumlah sebesar Rp 600 juta lebih tersebut dipergunakan untuk Pembukaan Jalan/Drainase/Pengerasan Jalan/Pembuatan Gorong-Gorong, namun fakta lapangan tidak sesuai yang tertuang dalam lembaran kertas, dengan data2 antara lain:
1. Jalan Meranti Barat telah dibuka sejak tahun 2007 oleh Disnaker Toba dan dilanjutkan Dinas PU tahun 2015, sehingga pembukaan jalan yg dimaksudkan Kades Meranti tidaklah tepat.
2. Sampai saat ini kondisi jalan masih sangat curam, tdk ada drainase, tidak ada gorong-gorong maupun pengerasan jalan.
Bahwa jalan yg disepakati akan diturunkan 5 meter, yang terjadi dilapangan hanya pengerukan 1 meter dengan volume kerja sekitar 50 meter.
Sementara itu, alat berat yang disewa selama 500 jam kerja bukan untuk mengeruk jalan desa, tetapi dipakai untuk membuka jalan kebon pribadi Kepala Desa kurang lebih selama 4 minggu.
Untuk mengelabui masyarakat, oleh Kepala Desa, alat berat tersebut dianggurkan dilokasi proyek jalan selama 2 minggu.
Alat berat lainnya, seperti Stamford disewa selama 56 hari untuk membantu pekerasan jalan, namun alat tersebut tidak digunakan dan hanya berada di lokasi proyek selama 6 hari karena tidak memiliki manfaat.
Begitu juga dengan anggaran2 lainnya yang diperuntukkan buat keperluan proyek tidak sesuai manfaat yang semestinya.
Berdasar hal tersebut diatas, kuat dugaan telah terjadi korupsi dana desa di Desa Meranti yang jumlahnya ratusan juta rupiah.
Atas temuan tersebut, salah seorang warga Desa Meranti Barat bernama Robinson Panjaitan melaporkan permasalahan dugaan terjadinya penyelewengan Dana Desa tersebut ke Kejaksaan Negeri Balige dengan hembusan Kejaksaan Tinggi Sumut.
Atas laporan tersebut, Kejaksaan Tinggi Sumut pada tanggal 7 Maret 2025 yang lalu telah menyurati Kepala Kejaksaan Negeri Balige untuk melakukan penelitian, melakukan pengumpulan data (puldata) dan pengumpulan keterangan (pulbket) terhadap kebenaran laporan tersebut.
Menanggapi dugaan terjadinya penyelewengan Dana Desa di Desa Meranti Barat, Kabupaten Toba, Sekjen LSM Gerakan Cinta Indonesia (GRACIA), Hisar Sihotang yang dimintai komentarnya berujar, bahwa hal tersebut tidak boleh dibiarkan.
“Bahwa Dana Desa tersebut berasal dari uang rakyat dan akan dikembalikan kepada rakyat. Seribu perak pun uang tersebut tidak bisa diselewengkan oleh siapa pun, karena itu hak rakyat,” ujarnya.
Untuk mengusut permasalahan dugaan terjadinya penyelewengan Dana Desa di Desa Meranti, Hisar mendesak Kejari Balige untuk melakukan pengusutan secara menyeluruh dan profesiprofesional.
“Kami mendesak aparat kejaksaan untuk mengusut permasalahan ini hingga tuntas dan profesional. Kami akan kawal permasalahan ini hingga tuntas dan berproses,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Desa Meranti Barat, Robin Siagian yang dikonfirmasi terkait dugaan terjadinya penyelewengan Dana Desa di Desa Meranti Barat mengatakan, bahwa hal tersebut tidak benar.
“Info yang masuk ke lae kurang tepat. Menurut saya itu hanya barisan sakit hati. Biar lae lihat kenyataannya,” katanya.
Disebutkannya, bahwa setelah dilakukan penurunan jalan, kendaraan roda empat telah bisa melintasi ke desa mereka.
“Setelah penurunan badan jalan dan perkerasan thn 2020. Desember 2020 mobil sudah bisa masuk ke desa kami. Dan pasar sudah di desa, tidak seperti tahun sebelumnya, pasar masih di Aek Gulangan, yang berada di tengah hutan yang nggak ada rumah disana,” tuturnya.
Disebutkannya, semenjak Indonesia merdeka baru semenjak tahun 2020 mulai mobil masuk ke desa mereka.
“Pada saat Desember 2020 sudah ada 10 mobil anak rantau yang masuk, termasuk mobil saudaranya yang kasih info ke lae. Mulai Indonesia merdeka baru Desember 2020 mobil bisa masuk ke desa kami. Anak rantau ada berpesan agar dibuat gondang partangiangan yang dipasilitasi Utama Malim dari desa tetangga dari Dusun Parduaan dan Batu Rangin,” paparnya.
“Sebahagian besar masyarakat senang, keluarganya bisa datang, tidak seperti dulu harus jalan kaki,” tambahnya.
Sedangkan Kajari Toba melalui Kasi Intel Kejari Toba yang dikonfirmasi terkait laporan masyarakat terkait dugaan terjadinya penyelewengan Dana Desa di Desa Meranti mengungkapkan, bahwa pihaknya telah melakukan pemeriksaan.
“Untuk Desa Meranti Barat sudah dilakukan investigasi lapangan oleh tim intelejen kejaksaan dan sudah dilanjutkan penyelidikan pada Bidang Tindak Pidana Khusus. Mungkin minggu depan diagendakan pemanggilan lagi untuk saksi-saksinya,” terangnya.
Penulis: Redaksi