TOBA,MediaTransparancy.com – Sengketa warisan baik lahan dan bangunan di tanah adat Batak kini tercoreng kembali. Tiga keturunan almarhum Martohonan Pangaribuan diantaranya, Dameria Pangaribuan, Manancir Pangaribuan dan Mangantar Pangaribuan yang dalam hal ini lima dari penerima ahli waris MP, melalui kantor hukum Ekarisman Zebua, SH & Rekan sudah mengajukan pemberitahuan aksi damai tuntutan penundaan pelaksanaan eksekusi dan pengosongan rumah sengketa dalam perkara Nomor 2/Pdt.Eks/2023/PN Blg Jo 29/Pdt.G/2018/PN.Blg yang akan dilakukan pada hari Kamis tanggal 30 November 2023 di Kecamatan Laguboti.
Kuasa Hukum Keluarga Dameria Pangaribuan, Mangantar Pangaribuan, Manancir Pangaribuan, MHD. Hendra, SH, MH mengatakan, surat aksi damai sudah mereka layangkan. “Surat tersebut berisi permohonan pemberitahuan aksi damai tuntutan penundaan pelaksanaan eksekusi dan pengosongan rumah sengketa pada hari Rabu, 29/11/2023 yang lalu kepada Ketua Mahkamah Agung RI, Kepala Badan Pengawasan MA, Ketua Komisi Yudisial RI, Ibu Ketua PN Balige, Bapak Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara, Bapak Kabid Propam Polda Sumut dan Bapak Kepala Kepolisian Resor Toba,” ujarnya.
Hendra, SH, MH yang didampingi Manancir Pangaribuan mengatakan, pelaksanaan eksekusi cenderung dipaksakan. “Kita tahu bersama, bahwa pelaksanaan eksekusi itu dalil hukumnya jelas, ya kan. Di dalam pasal 66 ayat 2 UU No 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, sebagaimana telah diubah menjadi UU No 5 tahun 2004 disebutkan “bahwa permohonan Peninjauan Kembali (PK) tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan.
“Kita tahu itu, bahwasanya proses eksekusi yang telah kami lakukan dan yang kami ajukan memang tidak menghentikan eksekusi. Namun, itukan masih koma. Mengapa dalam suasana menyambut perayaan natal dan tahun baru? Tidak memikirkan rasa keadilan “Since Of Justice” daripada masyarakat. Apalagi permasalahan hukum ini adalah sengketa terkait object warisan diantara sesama keluarga (internal keluarga satu darah), sama-sama ahli waris,” ucap Hendra.
Hendra menyebutkan, bahwa persoalan tersebut bukan permasalahan antara sesama pengusaha atau antara perusahaan. “Ini internal keluarga permasalahannya. Kenapa tidak ditunggu saja sampai dengan keluarnya putusan PK?. Apalagi dalam suasana menyambut perayaan natal dan tahun baru ini. Seharusnya pertimbangkan rasa keadilan untuk menunggu bareng sejenak beberapa bulan ini keluar putusan PK. Kami sangat menyayangkan kasus ini! Negara ini memang panglimanya adalah hukum. Hukum adalah Panglima di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun diatas hukum ada yang namanya norma-norma, apa itu rasa keadilan atau Since of justice. Dimana lebih dikedepankan rasa keadilan kah atau hukum?” katanya.
Untuk mewujudkan rasa keadilan tersebut, Hendra menghimbau agar Ketua Pengadilan Negeri Balige dan juga aparatur pemerintah lainnya mempertimbangkan untuk menunda pelaksanaan eksekusi sampai dengan keluarnya putusan PK yang mereka ajukan.
“Terakhir, yang menjadi pertanyaan adalah, kalau seandainya kami menang nanti di PK, lantas bagaimana. Apakah kemudian akan dieksekusi lagi?. Bukankah itu membuang-buang uang rakyat dalam hal operasional dan sebagainya. Kami ingatkan kembali kepada Ketua Pengadilan Balige, rekan-rekan kepolisian setidaknya memikirkan rasa keadilan masyarakat, hendaknya mempertimbangkan hati nurani masyarakat dalam hal ini klien kami Dameria dan kawan-kawan, agar kiranya dalam suasana kudus perayaan natal dan tahun baru agar dilakukan penundaan pelaksanaan eksekusi sampai keluarnya putusan PK. Kita lihat siapa nanti yang bakal menang dalam putusan PK,” paparnya.
Pantauan MediaTransparancy.com situasi eksekusi PN Balige yang didampingi TNI/Polri, dalam hal ini Polres Toba, Koramil dan tim PH penggugat, Juara Simanjuntak situasi terlihat memanas Panitera PN Balige, Leo Tampubolon bersama TNI/Polri tidak lagi mempertimbangkan keadilan bagi tergugat dan penggugat. Terjadi aksi dorong-mendorong antara relawan pendukung Manancir Pangaribuan dengan pihak kemanan hingga pukul 12 siang.