JAKARTA, MEDIA TRANSPARANCY – Sidang lanjutan pemeriksaan saksi saksi perkara dugaan penyerobotan dan pemalsuan data otentik melibatkan terdakwa Peter Sudarta, membuat kemarahan hakim. Pasalnya, saksi Bonapesius Sibarani dinilai memberikan keterangan bohong dalam persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) yang digelar 9/06.
Sidang yang dipimpin majelis hakim Tumpanuli Marbun didampingi hakim anggota Tiares Sirait dan Budiarto itu, membuat hakim Tiares Sirait, “marah” hingga sempat menggebrak meja hakim karena saksi dinilai berbelit belit dan terkesan berbohong memberikan keterangan. Saksi dinilai tidak jujur menjawab pertanyaan majelis terkait kepemilikan lahan gudang obyek perkara seluas 670 m, berlokasi di jalan Bandengan Utara No.52.A5, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.
Menurut saksi, “lahan itu milik ahli waris Ali Sugiarto yang di sewakan ke Lutaksiang, CV.Pasifik Toi, bukan ke terdakwa dan surat sewanya ada, ujarnya 9/06. Saksi yang merupakan karyawan bagian umum di kantor Ali Sugiarto itu, mengetahui tahun 2005 ada masalah karena penyewa tidak lagi membayar uang sewa. Namun saksi tidak mengetahui bahwa status tanah yang di sewakan itu merupakan tanah negara.
Anehnya, saksi juga pernah menanda tangani surat kesepakatan jual beli bersama P.Hutasoit kuasa ahli waris dengan terdakwa. Saat Hakim Tiares menanyakan mengapa gagal transaksi pada hal surat kesepakatan nilai jual beli tanah itu sudah ditanda tangani. Saksi menjawab berulang kali karena tidak sepakat, sehingga hakim marah.
Namun setelah hakim menggebrak mejanya supaya saksi jujur, lalu saksi menjawab “transaksi batal karena surat tanah yang diminta terdakwa tidak dapat dipenuhi penjual”, katanya. Iya itu harus jujur ujar Tiares.
Sementara hakim juga mengingatkan jaksa penuntut umum Astri, agar tidak mengarahkan jawaban saksi saat ditanya majelis. Saksi tidak mengetahui surat surat tanah ahli waris sehingga majelis mengatakan saksinya dipandu ya. Jangan dipandu saksinya jaksa, kata Hakim Tiares sembari bertanya, saksi tau gak kapan dibuat suratnya tanah gudang itu dan siapa yang membuat suratnya, kata Hakim. Saya tidak tau tapi saya tau karena melihat dan membaca, kata saksi.
Sementara saksi dari Kanwil BPN DKI Jakarta Endo Kurniawan pada majelis menjelaskan, sesuai UU Agraria tahun 1960 Surat Eigendum pervonding sejak tahun 1980 harus mengkonfersi tanah ke peningkatan hak. “Jika tanah tidak dikonfersi maka tanah tersebut menjadi tanah negara”, ujarnya.
Dujelaskan, syarat untuk meningkatkan hak atas tanah negara, pemohon harus mengajukan, kartu identitas, PBB, tanah tidak sengketa, menguasai fisik tanah”, ujarnya.
Menurut penasihat hukum terdakwa, Yayat SH, mengatakan, “saksi Bonapesius berbohong dihadapan majelis hakim. Dimana keterangannya mengatakan, ada gugatan sengketa di Pengadilan Negeri terkait tanah tersebut, pada hal sampai saat ini tidak pernah ada gugat menggugat lahan itu. Keterangan antara saksi tidak berkesesuaian.
Disamping itu, keterangan ahli warns Lisa dan Subrata dalam sidang sebelumnya mengatakan tidak pernah ada surat persetujuan mau jual beli tanah itu, tapi kenyataannya saksi Bonapesius dan kuasa ahli waris P.Hutasoit telah membuat surat kesepakatan jual beli kepada terdakwa, tapi karena tanah itu lahan negara sehingga transaksi batal dilakukan, ucapnya.
Ditambahkan, dalam perkara tersebut, pasal penyerobotan yang didakwakan jaksa Astri tidak mendasar sebab, ijin sewa gudang ditanda tangani saksi Bonapesius. Sementara pasal pemalsuan yang dilanggar terdakwa yang mana, sebab surat peningkatan hak tanah sesuai UU no 60 tentang Agraria, disahkan BPN Jakarta Utara, dan Surat tidak sengketa disahkan Lurah Penjaringan.
“Karena sejumlah saksi yang diperiksa majelis hakim di persidangan tidak ada yang mengetahui surat dan riwayat tanah, pada hal itu tanah negara sehingga, kami berharap majelis hakim supaya membebaskan terdakwa Peter dari dakwaan dan tuntutan jaksa”, ujar Yayat menegaskan.
Penulis : P.Sianturi