JAKARTA, MediaTransparancy.com –Dugaan terjadinya jual beli pulau di Kepulauan Seribu semakin menggelinding bak bola salju. Bagaimana tidak, dari seratus lebih pulau yang ada di Kepulauan Seribu diduga ada yang diperjualbelikan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab demi melanggengkan keuntungan pribadi atau golongan.
Bupati Kepulauan Seribu, Junaedi yang kembali dikonfirmasi terkait pulau apa saja yang diduga telah diperjualbelikan menyebutlan nama pulau, yakni Karang Bongkok Kecil.
“Yang saya tau cuma Karang Bongkok Kecil milik penggarap Muhamad Sain yang dijual over garap sama Bp Rony Sukamto, yang lainya ridak tahu. Kalau program PTSL tanya lurah selaku anggota PTSL,” ujarnyaseranya menyuruh agar berkomunikasi dengan anak buahnya, Fadli yang menjabat sebagai Kasubag Pemerintahan.
Namun Fadli yang dikonfirmasi terkait tanah pulau apa saja yang diperjualbelikan lebih memilih berkelit seperti Bajaj di jalan raya untuk melindungi diri.
“Terkait pertanyaan 1, 2, dan 3, kurang mengetahui. Terkait hal tersebut bapak/ibu dapat menanyakan langsung kepada pemegang hak atas tanah. Jawaban No. 4
Terkait proses pensertifikatan PTSL merupakan kewenangan BPN,” ungkapnya.
Fadli sepertinya lupa, bahwa dirinya mengatakan, bahwa yang diperjualbelikan di te
Kepulauan Seribu itu adalah tanah dalam pulau, bukan jual beli pulau.
Argumen yang disampaikan Fadli memperlihatkan kalau dirinya mengetahui secara jelas permasalahan jual beli pulau atau jual beli tanah pulau, namun berusaha berkelit.
“Di Kepulauan Seribu terdiri dari 113 pulau,. Disetiap pulau ada hak atas tanah. Perihal jual beli hak atas tanah di Kepulauan Seribu mungkin informasinya yang lebih tau PPAT Kep Seribu dan proses balik nama merupakan kewenangan BPN,” katanya tanpa menyadari bahwa statemenya yang mengatakan bahwa yang terjadi di Kepulauan Seribu adalah jual beli tanah pulau adalah busur panah yang akan menusuk dirinya.
Namun, sebuah informasi penting diperoleh MediaTransparancy.com dari sumber terpercaya menyampaikan, bahwa apa yang disampaikan para pejabat Kepulauan Seribu tersebut hanya dusta diatas kebenaran.
“Mereka jangan biasakan berbohong kepada publik. Bagaimana dengan Gosong Rengat? Bagaimana dengan Peniki?” sebutnya.
Disampaikannya, bahwa sesuai Peraturan Gubernur Nomor 31 Tahun 2022 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Perencanaan Wilayah, bahwa Pulau Gosong Rengat dengan luas wilayah 12.000m2 merupakan milik negara.
“Pertanyaannya, kepemilikan pulau itu sekarang atas nama siapa? Tolong dicek,” ujarnya.
Begitu juga dengan Pulau Peniki. Pulau ini jelas sumbersumber, dimana sesuai dengan Pergub No 31 tahun 2022 keberadaan pulau tersebut tidak tercantum namun sertifikatnya bisa diterbitkan dan diduga telah diperjualbelikan.
Bahkan, keberadaan sertifikat Pulau Peniki diduga terbit dengan menggunakan dana PTSL.
Menanggapi maraknya informasi yang mencuat terkait adanya jual beli pulau di Kepulauan Seribu, Sekjen LSM Gerakan Cinta Indonesia (GRACIA), Hisar Sihotang mengungkapkan perlu penegakan tata kelola pemerintahaan dan penegakan hukum yang tidak pandang bulu.
“Ini permasalahan tidak bisa dibiarkan semakin berlarut. Kita mendesak Pj Gubernur DKI untuk melakukan pengusitan terkait permasalahan ini, serta penegakan hukum yang tidak pandang bulu,” katanya.
Dikatakannya, Bupati Kepulauan Seribu, Junaedi adalah pejabat yang paling bertanggung jawab atas dugaan terjadinya jual beli pulau di Kepulauan Seribu.
“Logika sederhanyanya adalah, apa mungkin Junaedi selaku Bupati Kepulauan Seribu tidak tau kalau ada orang membangun rumah di pekarangannya? Ittu mustahil. Orang yang paling bertanggungjawab atas info adanya jual beli pulau di Kepulauan Seribu, ya Junaedi,” yetangnya.
Hisar juga menanggapi upaya berkelit yang dilakukan oleh Kasubag Pemerintahan Kepulauan Seribu, Fadli.
“Melindungi diri itu bagus, dan itu wajib. Tapi jangan mengimplementasikan semua orang sama. Jika dia tau bahwa yang diperjualbelikan itu adalah tanah pulau, saya pastikan dia tau semua permasalahannya,” sebutnya.
Dikatakan Hisar, jika Pj Gubernur atau aparat hukum melakukan pengusutan terkait adanya dugaan jual beli pulau di Kepulauan Seribu, langkah pertama yang harus dilakukan dengan memeriksa Kasubag Pemerintahan Kepulauan Seribu.
“Jika aparat hukum melakukan pemeriksaan, mulailah dari Kasubag Pemerintahan Kepulauan Seribu,” paparnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, ada dugaan pejabat di Kepulauan Seribu penggunaan dana PTSL untuk sertifikasi 10 pulau.
Untuk menjamin adanya kepastian hukum atas tanah yang seringkali menjadi pemicu terjadinya sengketa dan perseteruan atas lahan di berbagai wilayah di Indonesia, serta lambannya proses pembuatan sertipikat tanah, pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN pada tahun 2017 meluncurkan program Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Metode PTSL ini merupakan inovasi pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, yakni sandang, pangan, dan papan. Program tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri No 12 tahun 2017 tentang PTSL dan Instruksi Presiden No 2 tahun 2018.
PTSL yang populer dengan istilah sertipikasi tanah ini merupakan wujud pelaksanaan kewajiban pemerintah untuk menjamin kepastian dan perlindungan hukum atas kepemilikan tanah masyarakat. Selain itu nantinya masyarakat yang telah mendapatkan sertipkat dapat menjadikan sertipikat tanahnya tesebut sebagai modal pendampingan usaha yang berdaya dan berhasil guna bagi peningkatan kesejahteraan hidupnya.
Namun nyatanya, tidak sedikit yang menyalahgunakan program PTSL ini dengan tujuan untuk kepentingan pribadi maupun golongan tertentu.
Salah satu yang belakangan ini menjadi pusat perhatian adalah dugaan penggunaan dana PTSL untuk kepentingan pembuatan sertifikat tanah pulau di Kepulauan Seribu yang konon untuk dijual.
Data yang diperoleh MediaTransparancy.com sedikitnya ada 15 konglomerat yang mengelola pulau di Kepulauan Seribu:
1. PT Buana Bintang Samudra (Haryo Seno) – Pulau Melintang Kecil, luas 649,590 m²
2. PT Wisata Ekatama Perkasa (Saktu) – Pulau Saktu, luas 160,700 m²
3. PT Setia Utama Island – Pulau Tengah, luas 150,000 m²
4. PT Sari Bumi Raya – Pulau Payung Besar, luas 208,600 m²
5. PT Buana Bintang Samudra (Haryo Seno) – Pulau Putri Gundul, luas 69,800 m²
6. Haryo Seno / PT Buana Bintang Samudra – Pulau Putri Timur, luas 67,000 m²
7. PT Wisata Ekatama Perkasa – Pulau Kotok Kecil, luas 13,000 m²
8. Edy Idup – Pulau Kuburan Cina/Rosa, luas 4,600 m²
9. PT Fega Marikultura (Sofyan Ali Syahbana) – Pulau Nyamplung, luas 65,800 m²
10. PT Bumipari Asri – Pulau Tikus, luas 12,000 m²
11. Sujito Ong – Pulau Tondan Barat (Pelangi), luas 112,000 m²
12. Samadikun – Pulau Tondan Timur (Papateo), luas 73,800 m²
13. Setiawan Djodi – Pulau Tongkeng, luas 33,600 m²
14. PT Gelael (Richardo Gelael) – Pulau Kotok Kecil, luas 13,000 m²
15. PT Buana Bintang Samudra (Haryo Seno) – Pulau Putri Timur, luas 67,000 m².
16. Pulau peniki (kecil).
17. Pulau Gosong Rengat (Milik Negara)
18. Pulau Karang Bongkok (kecil)
Penulis: Redaksi