banner 728x250

Ketua Umum Forum Penulis dan Wartawan Indonesia (FPWI) Rukmana Sayangkan Sikap Aparat Penegak Hukum yang hanya Penonton Ketika Terjadi Aksi Premanisme Terhadap Warga Rorotan Cilincing

judul gambar

JAKARTA UTARA, MediaTransparancy.com – Sungguh Ironis nasib Rakyat Kecil di Negeri ini, empat puluh tahun menempati tanah tak bertuan hanya berdasarkan surat sporadik keterangan dari RT dan RW beranak pinak dan berdagang dengan aman dan nyaman kini harus kehilangan rumah dimana tempat mereka bernaung.

Sekelompok orang yang mengaku disuruh oleh David, karyawan atau suruhan PT. DSS ( Dian Swastatika Sentosa) Jakarta Pusat menghancurkan rumah-rumah mereka.

judul gambar

Cara PT. DSS sungguh keji dan melanggar Hak Asasi Manusia dan tidak memanusiakan manusia, kelompok massa suruhan David ini melempari warga dengan batu hingga warga banyak yang terluka di kepala, tangan dan tubuh mereka.

Ironisnya lagi kekadian anarkis tersebut disaksikan aparat kepolisian dan Tentara Angkatan Darat karena lokasi lahan  yang disengketakan ini tepat berada di samping PUSBEKANG AD Cakung Jakarta Timur, (Kawasan Babek TNI) Kamis 19/12/2024.

Abdulloh (salah seorang warga) yang tinggal di lahan tak bertuan kepada wartawan Kamis 19/12/2024 mengatakan, “kami sudah tinggal disini (tanah samping PUSBEKANG TNI AD) sejak 1984 dan diketahui oleh Ketua RT 02 RW 05 tembusan Lurah Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara, dan tidak pernah ada orang yang datang mengakui ini tanah milik siapa atau perusahaan apa”, ujarnya.

Lanjut Abdulloh, tiba – tiba tahun 2022 datanglah yang bernama David mengaku suruhan PT. DSS Jakarta Pusat dan mengklaim tanah tersebut milik PT. DSS, saat itu kami dimediasi oleh kelurahan dan pihak kelurahan meminta agar PT. DSS menunjukan surat – surat kepemilikan tanah tersebut, namun David (pihak PT. DSS) tidak pernah menunjukan surat – surat yang dimaksud”, katanya.

“Pihak PT.DSS pernah melakukan pemagaran terhadap tanah yang kami tempati dan kami terpaksa bongkar karena kami merasa tanah ini bukan milik kami dan bukan milik PT. DSS, namun kami sudah menempati selama 40 tahun dan kamilah yang merawat tanah ini, PT. DSS melaporkan saya ke Polsek Cilincing namun karena pihak PT.DSS tidak punya alas hak atas tanah tersebut maka proses hukum dihentikan”, ujar Abdulloh.

Hj. Aminah yang juga bersama – sama dengan enam orang lainnya menempati tanah tersebut meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian Agraria atau aparat yang berwenang menindak tegas orang-orang suruhan PT. DSS yang disinyalir menggunakan kekuatan aparat penegak hukum dalam menguasai lahan yang bukan miliknya dan mengusir secara keji warga yang tinggal di tanah tersebut.

“Rumah – rumah kami dilempari batu seperti binatang, sekelompok orang tersebut tak berhati nurani dengan garang menghancurkan rumah – rumah dan warung kami sambil menari – nari dan bertelanjang dada menantang kami (warga) sementara itu aparat kepolisian dari Polres Jakarta Utara dan Kanit Polsek Cilincing hanya menonton aksi brutal kelompok massa tersebut”, tutur Hj. Aminah sambil menahan tangis.

Silahkan TONTON VIDIO KEJADIANYA!!

 

PP Nomor. 20 Tahun 2021 terbit, pemerintah juga sudah mengatur tanah terlantar melalui PP No. 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar. Semangat kedua peraturan ini senada, Penelantaran tanah tidak baik, dan secara hukum dapat menghapuskan hak seseorang atas tanah. Ini bisa dilihat dalam Pasal 27, Pasal 34 dan Pasal 40 UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), ujar Rukmana.

Ketua Umum Forum Penulis dan Wartawan Indonesia (FPWI) Rukmana, S.Pd,I angkat bicara terkait tanah – tanah yang diterlantarkan oleh pemiliknya atau terlantar.

“Banyak masyarakat yang sengketanya dibawa ke pengadilan setelah UUPA. Tetapi, jangan salah memilih pengadilan. Sepanjang mengenai sengketa kepemilikan adalah wewenang peradilan umum untuk memeriksa dan memutusnya. Yurisprudensi MA No. 93 K/TUN/1996 tanggal 24 Februari 1998 memuat kaidah hukum ini”, terangnya.

“Perlu diketahui bahwa gugatan mengenai fisik tanah sengketa dan kepemilikannya adalah wewenang pengadilan perdata. Ini juga diperkuat Yurisprudensi MA No. 16 K/TUN/2000 tanggal 28 Februari 2001 (Lihat Kumpulan Putusan Yurisprudensi Tata Usaha Negara, yang diterbitkan Mahkamah Agung tahun 2003), maka dalam hal ini saya ingin menyarankan kepada warga yang sudah menempati lahan selama 40 tahun di lahan tak bertuan di Samping PUSBEKANG TNI AD secara de facto adalah pemilik lahan tersebut”, tegasnya kepada awak media.

“Maka tindakan brutal dan keji oleh sekelompok orang atau preman kepada warga yang tinggal di lahan dekat PUSBEKANG TNI AD tersebut jelas pidana dan melanggar HAM, pelaku dan usernya harus ditindak tegas oleh aparat penegak hukum, hal ini penting bagi berlangsungnya negara hukum dan keadilan bagi masyarakat Indonesia jangan sampai muncul kesan aparat berpihak pada perusahaan”, tegas Rukmana geram.

(Sumber; FPWI).

judul gambar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *