banner 728x250

Parah!!! Dana PTSL Dibuat Untuk Urus Sertifikat Pulau Yang Diduga Dijual

judul gambar

JAKARTA, MediaTransparancy.com –Untuk menjamin adanya kepastian hukum atas tanah yang seringkali menjadi pemicu terjadinya sengketa dan perseteruan atas lahan di berbagai wilayah di Indonesia, serta lambannya proses pembuatan sertipikat tanah, pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN pada tahun 2017 meluncurkan program Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

Metode PTSL ini merupakan inovasi pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, yakni sandang, pangan, dan papan. Program tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri No 12 tahun 2017 tentang PTSL dan Instruksi Presiden No 2 tahun 2018.

judul gambar

PTSL yang populer dengan istilah sertipikasi tanah ini merupakan wujud pelaksanaan kewajiban pemerintah untuk menjamin kepastian dan perlindungan hukum atas kepemilikan tanah masyarakat. Selain itu nantinya masyarakat yang telah mendapatkan sertipkat dapat menjadikan sertipikat tanahnya tesebut sebagai modal pendampingan usaha yang berdaya dan berhasil guna bagi peningkatan kesejahteraan hidupnya.

Namun nyatanya, tidak sedikit yang menyalahgunakan program PTSL ini dengan tujuan untuk kepentingan pribadi maupun golongan tertentu.

Salah satu yang belakangan ini menjadi pusat perhatian adalah dugaan penggunaan dana PTSL untuk kepentingan pembuatan sertifikat tanah pulau di Kepulauan Seribu yang konon untuk dijual.

Dugaan adanya jual beli pulau di Kepulauan Seribu menyiratkan munculnya pertanyaan, apakah boleh satu pulau menjadi milik pribadi?.

Sebab, ada dugaan penggunaan dana PTSL untuk sertifikasi 10 pulau.

Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB, dan Hak Pakai atas Tanah mengatur hak pakai diberikan untuk jangka waktu paling lama 25 tahun, bisa diperpanjang paling lama 20 tahun atau untuk jangka waktu tidak ditentukan untuk keperluan tertentu.

Untuk konteks pulau, ada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

Disebutkan di Pasal 1,bahwa pulau kecil adalah pulau yang memiliki luas kurang atau sama dengan 2.000 km persegi.

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penataan Pertanahan di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil menjelaskan mengenai boleh-tidaknya memiliki satu pulau penuh. Pasal 9 ayat 1 menyatakan ‘pulau-pulau kecil dapat diberikan hak atas tanah’.

Meski demikian, ayat 2 mengatur penguasaan atas pulau-pulau kecil paling banyak 70% dari luas pulau atau sesuai arahan peraturan pemerintah daerah setempat.

Sedangkan 30% sisanya dikuasai negara secara langsung, digunakan untuk kawasan lindung, area publik, dan kepentingan masyarakat. Peraturan ini juga mengharuskan alokasi 30% luas pulau untuk kawasan hutan lindung.

Data yang diperoleh MediaTransparancy.com sedikitnya ada 15 konglomerat yang mengelola pulau di Kepulauan Seribu:

1. PT Buana Bintang Samudra (Haryo Seno) – Pulau Melintang Kecil, luas 649,590 m²

2. PT Wisata Ekatama Perkasa (Saktu) – Pulau Saktu, luas 160,700 m²

3. PT Setia Utama Island – Pulau Tengah, luas 150,000 m²

4. PT Sari Bumi Raya – Pulau Payung Besar, luas 208,600 m²

5. PT Buana Bintang Samudra (Haryo Seno) – Pulau Putri Gundul, luas 69,800 m²

6. Haryo Seno / PT Buana Bintang Samudra – Pulau Putri Timur, luas 67,000 m²

7. PT Wisata Ekatama Perkasa – Pulau Kotok Kecil, luas 13,000 m²

8. Edy Idup – Pulau Kuburan Cina/Rosa, luas 4,600 m²

9. PT Fega Marikultura (Sofyan Ali Syahbana) – Pulau Nyamplung, luas 65,800 m²

10. PT Bumipari Asri – Pulau Tikus, luas 12,000 m²

11. Sujito Ong – Pulau Tondan Barat (Pelangi), luas 112,000 m²
12. Samadikun – Pulau Tondan Timur (Papateo), luas 73,800 m²

13. Setiawan Djodi – Pulau Tongkeng, luas 33,600 m²

14. PT Gelael (Richardo Gelael) – Pulau Kotok Kecil, luas 13,000 m²

15. PT Buana Bintang Samudra (Haryo Seno) – Pulau Putri Timur, luas 67,000 m².

16. Pulau Peniki (kecil).

17. Pulau Gosong Rengat (milik negara)

18. Pulau Karang Bongkok (kecil?).

Sementara itu, Anggota DPRD DKI Komisi D dari Partai Nasdem yang merupakan Dapil Kepulauan Seribu yang dimintai komentarnya berujar, bahwa PTSL bagi masyarakat kecil dan menengah.

“PTSL yang menggunakan anggaran pemerintah daerah tentu diperuntukan bagi masyarakat kecil dan menengah. Pulau-pulau pribadi itu milik pengusaha, jadi pastinya disitu telah terjadi pelanggaran karena tidak sesuai dengan apa yang sudah diamanatkan,” ujarnya.

Ketika ditanya mengenai adanya dugaan pulau di Kepulauan Seribu yang dijual, H. Idris mengungkapkan, bahwa semua ada aturannya.

“Terkait jual beli pulau, semua ada aturannya. Untuk yang luasan tertentu, baiknya atas nama perusahaan, bukan pribadi,” ungkapnya.

H. Idris mengemukakan, selama tidak ada aturan yang dilanggar, kepemilikan pulau di Kepulauan Seribu tidak ada masalah.

“Kalau diperbolehkan selama itu sesuai dengan kepemilikan dan tidak melanggar aturan, mnurut saya sah-sah saja,” katanya.

Sedangkan Bupati Kepulauan Seribu, Junaedi yang dikonfirmasi terkait adanya pulau di Kepulauan Seribu yang dijual meminta agar menghubungi anak buahnya bernama Fadli, yang menjabat sebagai Kasubag Pemerintahan.

Fadli yang dikonfirmasi mengatakan, bahwa yang dijual itu adalah tanah di pulau bukan jual beli pulau.

“Yang diperjual belikan adalah tanah di Pulau, bukan jual beli Pulau. Tanah, air serta udara diatasnya dikuasai oleh Negara berdasarkan UUD 45 Pasal 33. Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pulau tidak dapat dikuasai oleh perorangan ataupun badan usaha karena dari luas total pulau harus diserahkan ke Pemerintah sebanyak 30% berdasarkan Perpres 34 Tahun 2019, Permen ATR/BPN No. 17 Tahun 2016, Perpres Permen KP Nomor 10 Tahun 2024. Dalam pemanfaatan pulau-pulau kecil wajib memiliki Ijin Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dalam rangka PMA, Rekomendasi Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil,” pungkasnya.

Namun ketika ditanya tanah pulau mana saja yang sudah dijual semenjak 2021-2024, berapa hasil penjualan tanah pulau sejak 2021-2024, serta apa urgensinya tanah dalam pulau itu dijual?, Fadli lebih memilih bungkam.

Menanggapi dugaan terjadinya jual beli pulau di Kepulauan Seribu, Sekjen LSM Gerakan Cinta Indonesia (LSM GRACIA), Hisar Sihotang yang dimintai komentarnya berujar, bahwa hal tersebut tidak hanya pelanggaran aturan, tetapi sudah mengarah terjadinya keserakahan.

“Inilah bentuk keserakahan. Pertanyaan saya adalah, itu pulau di Kepulauan Seribu milik siapa? Dijual ke siapa? Hasil penjualannya dimana?. Semua itu harus jelas. Bagaimana itu Kepulauan Seribu mau maju, pulau aja dijual,” paparnya.

Hisar mengatakan, bahwa sangat mustahil Bupati Kepulauan Seribu maupun pejabat lainnya tidak mengetahui adanya penjualan pulau tersebut.

“Logikanya dimana? Tidak mungkin halaman rumahnya dijual dia tidak tau. Jangan berlagak pilon ketika semua sudah mulai terbongkar,” terangnya.

Untuk mengusut adanya dugaan jual beli pulau di Kepulauan Seribu, Hisar meminta agar aparat hukum terkait maupun instansi terkait melakukan pengusutan secara menyeluruh.

“Ini harus diusut tuntas, tidak bisa dibiarkan. Kita minta Pj Gub DKI untuk segera melakukan pemeriksaan secara menyeluruh terkait adanya dugaan jual beli pulau di Kepulauan tersebut tanpa pandang bulu,” tuturnya.

Penulis: Redaksi

judul gambar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *