Jakarta, Mediatransparancy.com – Tim Opsnal Unit 5 Subdit 3 Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya kembali mengungkap kasus Pemalsuan Surat dan Pemalsuan Dokumen Kependudukan dan atau Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang terjadi sejak bulan Desember 2015 sampai dengan tanggal 29 Oktober 2016. Dua orang tersangka berhasil ditangkap, sementara seorang pengedar masih buron hingga kini.
Pengungkapan kasus tersebut diungkapkan oleh Kompol Handik Zusen selaku pimpinan Tim Opsnal Unit 5 Subdit 3 Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya bermula dari laporan masyarakat terkait temuan dokumen palsu berupa kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dan buku tabungan yang dilaporkan dalam Laporan Polisi Nomor LP/955/X/2016/PMJ/Ditreskrimum, tanggal 29 Oktober 2016.
Berbekal laporan tersebut, pihaknya kemudian melakukan pengejaran terhadap seorang pengedar dokumen bank palsu yang diketahui berinisial USP alias AP, 25 tahun, warga Perumahan Bumi Bahtera Indah (PR BBI), Campang Raya, Sukabumi, Kota Bandar Lampung, Lampung.
Tidak menunggu lama, pria kelahiran Lampung, 3 April 1991 itu berhasil ditangkap saat berada di rumah kontrakannya di Perumahan Duta Bintaro, Kunciran, Pinang, Kota Tangerang, Banten pada Sabtu (29/10) pukul 04.20 WIB.
Dari pemeriksaan diketahui AP bekerjasama dengan BH als IN, 45 tahun, warga Jalan Joglo Raya, Joglo, Kembangan, Jakarta Barat untuk mengedarkan buku rekening palsu. Bersusulan, pria kelahiran Jakarta, 2 Februari 1972 itu kemudian ditangkap polisi saat sedang berada di Jalan Srengseng Raya, Srengseng, Kembangan, Jakarta Barat pada pukul 11.00 WIB.
“Dua orang pengedar dokumen palsu berhasil diamankan, seorang lainnya LN yang berperan sebagai pengedar besar masih DPO (Dalam Pencarian Orang),” jelasnya kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya pada Minggu (30/10).
Dalam pemeriksaan terungkap, modus operandi tersangka adalah dengan memalsukan kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dan buku tabungan yang berasal dari tiga bank berbeda. Pemalsuan itu dilakukan LN.
Dalam operasinya, dokumen palsu Bank B yang dibeli oleh AP seharga Rp 450.000 per paket, berisi sebuah kartu ATM dan Buku Tabungan itu kemudian dijual kembali kepada IN seharga Rp 700.000 per paket. Kemudian, IN menjual kembali dokumen palsu tersebut seharga Rp 1 juta per paket kepada 12 orang tersangka lainnya, yakni WW, UG, SB, DD, FR, SR, CM, MN, IW, UD, SR dan AD.
“USP alias AP dan BP alias IN berperan sebagai pembeli dan penjual dokumen palsu dari LN. Ada tiga dokumen yang palsu yang diperjualbelikan, antara lain Bank B, Bank M dan Bank C, masing-masing harga jualnya berbeda mulai dari Rp 450.000, Rp 700.000 dan Rp 1 juta, mereka jual berlipat dengan keuntungan mencapai Rp 3 juta per dokumen,” jelasnya.
Terkait hal tersebut, pihaknya kini masih melakukan pemeriksaan terhadap AP dan IN berikut barang bukti antara lain sebanyak 18 Kartu ATM, 3 buah Buku Tabungan, 8 unit ponsel dan satu bundel foto copy KTP.
“Tersangka USP alias AP adalah residivis dan pernah masuk di Lapas Kelas 2A, Tangerang Lama, Tangerang pada bulan Agustus 2013 dan keluar pada bulan November 2014 dengan kasus yang sama. Pemeriksaan masih dilakukan terhadap saksi-saksi dan tersangka, pengembangan dilakukan kepada pihak pembuat dan pengguna rekening palsu,” jelas Kompol Handik.
Atas perbuatannya, AP maupun IN dijerat Pasal berlapis, yakni Pasal 55 Ayat (1) ke-1e dan atau ke-2e KUHP dan atau Pasal 56 ke-1e KUHP Juncto Pasal 263 Ayat (1) dan atau Ayat (2) KUHP dan Pasal 94 Juncto Pasal 77 UU RI Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan atau Pasal 4 tentang perkara menyuruh melakukan dan atau membujuk untuk melakukan dan atau membantu melakukan tindak pidana pemalsuan surat dan tindak pidana pemalsuan dokumen kependudukan dan atau melakukan tindak pidana pencucian uang.
Tidak hanya itu, keduanya pun dijerat Pasal 5 Juncto Pasal 2 Ayat (1) huruf z UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman lebih dari 20 tahun penjara.
Penulis : Nanda Irawan/rel