JAKARTA, MEDIA TRANSPARANCY – Tidak seperti rekannya kebanyakan yang siap menembak mati para debt collector, oknum anggota Kepolisian Sektor Senen Polres Metro Jakarta Pusat sebaliknya malah ingin menembak korban perampasan kendaraan oleh debt collector suruhan leasing Mandiri Tunas Finance.
Hal tersebut dialami oleh Anggraheny (24), salah seorang perempuan dan pemilik mobil Honda Brio, berplat nomor R 9279 WH.
Anggraheny mengaku mendapat perlakuan kasar oleh oknum polisi berinisial DM, yang mengancam akan menembaknya.
“Katanya saya ngeyel. Tapi walaupun saya ngeyel kan gak seharusnya bapak itu mengancam saya begitu,” ungkap Anggraheny menjelaskan kepada mediatransparancy.com dengan nada gemetar,” Rabu (23/10/2019), di Kantor Sekretariat LSM GMBI Jakarta Utara, Tanjung Priok.
Anggraheny mengaku mendapat ancaman itu saat dirinya menghidupkan kontak mobil dengan tujuan ingin mengisi daya (charger) handphone miliknya yang dalam keadaan lowbet, agar bisa digunakan untuk menghubungi keluarganya.
“Kalau kamu kabur, saya tembak kamu!! Pak polisi DM itu bilang begitu sama saya Pak. Saya dituduh mau kabur, padahal saya mau charger HP biar bisa menghubungi keluarga saya di kampung. Kan keluarga saya yang bayar cicilannya, makanya saya minta waktu,” tuturnya.
Kepada pihak kepolisian, Anggraheny sudah menjelaskan bahwa dirinya tidak akan mangkir dan menghindar, tetapi agar diberikan waktu untuk memberitahu kepada keluarganya.
Walaupun telah dijelaskan, oknum polisi tetap menolak penjelasan yang disampaikan dan tetap ‘keukeh’ menahan kendaraan. Anggraheny merasa, sikap sang oknum tersebut terkesan membela para debt collector yang kerap meresahkan masyarakat tersebut.
Anggraheny mengungkapkan, para debt collector memaksa menarik kendaraannya di Stasiun Senen, Jakarta Pusat, pukul 4:00 WIB subuh.
“Saya baru datang dari kampung, mobil saya titipkan di Stasiun Senen. Setelah saya masuk mobil, debt collector mengetok kaca mobil dan menyuruh saya keluar. Setelah itu, mereka memaksa agar unit mobil ditarik, tapi saya gak mau,” imbuhnya.
Dijelaskannya, para debt collector membuka kap mesin mobil guna mengecek nomor rangka mobil sekaligus mengecek nomor polisi (Nopol) kendaraan.
“Kata mereka, Nopol-nya palsu. Lalu mereka menelpon polisi. Datang tuh, 2 orang polisi tak memakai seragam polisi, lalu bentak-bentak saya. Kamu itu ya pakai Nopol palsu, saya borgol kamu sekarang bisa ya,” ujar Anggraheny meniru perkataan oknum polisi tersebut.
Karena tidak bisa mengambil keputusan, Anggraheny berusaha menghubungi keluarganya hingga akhirnya handphone-nya lowbet. Pada saat ingin men-charger handphone itulah, dirinya dituduh akan melakukan aksi kabur diri, sehingga oknum polisi melontarkan bahasa mengancam akan menembaknya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (LSM GMBI) Distrik Jakarta Pusat, Ayu, bersama dengan Ketua LSM GMBI Distrik Jakarta Utara, Sigit Priyatna Putra, mengutuk keras sikap oknum polisi yang terlihat dominan membela para debt collector.
“Polisi itu harusnya mengayomi masyarakat, bukan mengancam masyarakat. Faktanya, debt collector memaksa akan menarik unit, padahal Kapolri sendiri sudah memerintahkan agar menindak para debt collector yang sewenang-wenang menarik kendaraan milik masyarakat,” tegas Sigit.
Oleh sebab itu, Sigit menyatakan, pihaknya akan memberikan pendampingan kepada korban agar haknya dipenuhi dan meminta kepada Kapolri untuk menindak jajarannya yang terkesan membela para debt collector.
“Masa polisi bela debt collector, ancam mau tembak korban lagi. Jangan-jangan oknum ini adalah debt collector berkedok seragam coklat,” pungkasnya.
Terkait regulasi, telah diatur oleh Fidusia dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 130/PMK 010/2012 dan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011.
Sementara perilaku bank finance (jasa membayarkan kreditur) yang menggunakan jasa preman berkedok debt collector untuk mengambil unit motor atau mobil juga tidak dibenarkan menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 130/PMK 010/2012 dan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011 serta tindakan itu melawan hukum.
Unit mobil dan motor konsumen atau kreditur wajib di daftarkan ke Fidusia. Menurut Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011, dan satu-satunya pihak yang berhak menarik kendaraan kredit bermasalah adalah juru sita pengadilan dan didampingi kepolisian bukan Preman berkedok Debt Collector.
Sedangkan pihak Leasing harus tunduk kepada hukum indonesia, sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 130/PMK 010/2012 Tentang semua perbankan. Unit motor dan mobil harus mengikuti pendaftaran Fidusia yang mewajibkan leasing mendaftarkan jaminan fidusia paling lambat 30 hari sejak perjanjian kredit ditandatangani.
Leasing yang tidak mendaftarkan jaminan tersebut terancam dibekukan usahanya. Fidusia umumnya dimasukkan dalam perjanjian kredit kendaraan. Sebagai debitur membayar biaya jaminan fidusia tersebut. Tujuannya adalah kendaraan yang dikredit bebas dari penarikan Debt Collector.
Untuk memberikan penjelasan terkait hal tersebut, redaksi masih berusaha untuk mendapatkan keterangan dari pihak kepolisian terkait. MT1