JAKARTA, MEDIA TRANSPARANCY – Masyarakat yang mengatasnamakan Perkumpulan Lembaga Swadaya Forum Komunikasi Gerakan Cinta Entitas Indonesia (PLSFK Graceindo) meminta agar kegiatan pekerjaan proyek lanjutan Pembangunan Kantor Kecamatan Tanjung Priok segera dihentikan.
Pasalnya, pada pelaksanaan kegiatan proyek dengan nilai anggaran hampir Rp3 milyar tersebut, diduga dikerjakan tidak sesuai spek. Proyek lanjutan renovasi di kantor Kecamatan Tanjung Priok Jakarta Utara itu dikerjakan oleh CV RAINY’S CROWN ABADI.
“Diduga saat pelaksanaan kegiatan lanjutan Pembangunan Kantor Kecamatan Tanjung Priok, tidak ada pengawasan dari Pengguna Anggaran, yaitu dari Bagian Tata Pemerintahan (Tapem) Kota Administrasi Jakarta Utara,” ujar Ketua Umum PLSFK Graceindo, Sudirman kepada mediatransparancy.com, Sabtu (31/8/2019).
Sudirman mengatakan, salah satu item kegiatan yang diduga tidak sesuai spesifikasi adalah item pemasangan U-ditch.
“Spesifikasi yang tertera di dalam Bill and Quantity (B/Q) adalah merek DUSASPUN, namun yang dipasang di lapangan adalah merek MEGACON yang saya duga dicat sendiri,” tuturnya.
Oleh sebab itu, lanjut Sudirman, pihaknya meminta kepada Pengawas harus segera menghentikan pekerjaan, karena itu sudah merugikan Negara.
Tidak hanya Sudirman, Forum Komunikasi Persatuan LSM dan Wartawan pun telah mencium ketidaksesuaian pada pekerjaan proyek lanjutan Kantor Kecamatan Tanjung Priok itu.
“Kami juga sudah mendapatkan laporan tersebut. Kami pun sudah menyusun laporannya, rencananya Senin (2/9/2019) besok, akan kami laporkan ke Polda Metro Jaya,” pungkas Timbul.
Sementara itu, saat dikonfirmasi via seluler mengenai pekerjaannya yang diduga tidak sesuai spek, pimpinan proyek CV RAINY’S CROWN ABADI, Jamson Sitorus tidak memberikan jawaban. Bahkan Jamson memblokir nomornya.
Mengenai ketidaksesuaian merek pada pekerjaan proyek lanjutan Kantor Kecamatan Tanjung Priok, Praktisi Hukum, Imannuel Pandega SH mengatakan, peraturan tentang merek tertuang dalam KUH-Pidana dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
“Bahwa sistematika pengaturan tindak pidana pemalsuan merek menurut Kitab Undang- Undang Hukum Pidana diatur dalam ketentuan Pasal 254, Pasal 255, Pasal 256, Pasal 258, Pasal 259 dan Pasal 262. Sedangkan pengaturan tindak pidana pemalsuan merek menurut Undang-Undang Merek, diatur dalam ketentuan Pasal 90 sampai dengan Pasal 95,” ungkap Pandega.
Pandega menjelaskan, perbedaan tindak pidana pemalsuan merek menurut KUH-Pidana dan Undang- Undang Merek, yaitu istilah merek dalam KUH-Pidana hanya terbatas pada merek, tanda atau cap pada benda-benda emas dan perak, tanda atau cap pada benda-benda yang digunakan pada alat ukur, alat timbang dan alat penakar (benda-benda tera).
Sedangkan pengertian merek dalam Undang-Undang Merek, adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata-kata, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa.
Penulis: Aloysius